GUNUNG LANANG
Gunung
Lanang bukan gunung biasa. Jangan berpikir bentuknya seperti lazimnya gunung.
Gunung Lanang hanya berwujud gundukan tanah seluas 500 meter persegi. Gunung
Lanang terletak 4 km dari pos retribusi tempat wisata Pantai Glagah yakni Dusun
Bayeman, Kelurahan Sindutan, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Untuk
menuju ke tempat ini sama halnya jika menuju pantai Glagah atau Pantai Congot. Bila
berangkat dari Kota Jogja, Anda dapat menggunakan kendaraan umum berupa bus
maupun kendaraan sewaan/pribadi. Di Terminal Pusat Giwangan Yogyakarta Anda akan
mudah mendapati bus jurusan Jogja-Wates. Memakai bus jurusan ini, Anda perlu
mengeluarkan biaya Rp10.000,00 untuk sampai ke terminal Kota Wates, Ibu Kota
Kabupaten Kulon Progo dengan waktu tempuh sekitar 45 menit perjalanan. Sesampainya
di Terminal Kota Wates, Anda dapat melanjutkan perjalanan dengan bus
trayek Wates-Glagah-Congot-Trisik dengan biaya sekitar Rp 5.000,00 per
penumpang. Dari sini, Anda hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit perjalanan
menuju Gunung Lanang.
Sementara,
bagi Anda yang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi. Maka, dari pusat Kota
Jogja, Anda harus menuju arah barat melalui Jalan Jogja-Wates, jalan ini
merupakan jalur utama Jogja-Purworejo, dengan waktu tempuh sekitar 40 menit.
Memasuki Kota Wates akan ada penunjuk jalan kemana arah selanjutnya untuk
sampai ke kawasan Pantai Glagah. Dari pos retribusi Pantai Glagah, tampak papan
penunjuk wisata religius Gunung Lanang 4 km tepat di pertigaan jalan, kemudian
ikuti saja jalan itu.
Pengunjung
akan dikenai biaya retribusi sebesar Rp 1.500,00 per orang untuk masuk ke
kawasan wisata Pantai Glagah. Di loket retribusi, pengunjung yang membawa
sepeda motor harus membayar retribusi tambahan sebesar Rp 1.000,00, sementara
untuk wisatawan yang menggunakan mobil wajib membayar Rp 1.500,00. Setelah
melalui gerbang retribusi, maka Anda tidak perlu membeli tiket atau karcis lagi
untuk menapaktilasi Gunung Lanang ini. Namun, pengunjung disarankan untuk
menyisihkan uang ala kadarnya untuk sang juru kunci yang bernama Mbah Pawiro
Suwito.
Keberadaan
Gunung Lanang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mengapa disebut Gunung Lanang?
Konon katanya, dulu bukit ini diketahui sebagai tempat bertapa seorang
laki-laki (lanang dalam bahasa Jawa) bangsawan dari kerajaan Mataram. Bahkan,
hingga sekarang masih banyak masyarakat yang bertandang untuk melakukan ritual
tertentu dan mengunjungi Astana Jingga atau Badraloka Mandira yang merupakan
pelataran di puncak Gunung Lanang. Astana Jingga bermakna tempat tinggal yang
memancarkan sinar kuning kemerahan. Sedangkan Badraloka Mandira berarti
bangunan yang terbuat dari batu bata dan memancarkan sinar keagungan. Kesakralan
petilasan ini membuat Gunung Lanang setiap tahun tiap tanggal 1 Suro pada
penanggalan jawa di tempat ini pasti diadakan ritual yang dinamakan Ruwatan
Agung Tumapaking Laku Suci oleh penganut Kejawen yang diikuti tidak hanya warga
sekitar namun dari luar kota juga turut ambil bagian. Prosesi Ruwatan ini
dimulai dengan laku sesuci yakni membasuh muka dengan air sumur Tirto kencono
yang terdapat di sekitar petilasan ini, kemudian dengan melantunkan Kidung
Pambuko atau doa di Sasono Jiwo untuk melakukan persiapan batin agar selama
prosesi mendapatkan perlindungan Tuhan. Setalah lelaku sesuci selesai dilakukan
maka para peserta menuju Sasana Sukma dan Sasana Indra yang ada di puncak
Gunung Lanang atau pelataran Astana Jingga. Disini para peserta melakukan
semedi dalam keheningan dan menyerahkan kepada Yang Maha Kuasa. Setelah itu
cukup dalam bersemedi para peserta kembali ke sasono jiwo untuk berdoa kembali
dengan kidung Penutup sebagai ungkapan rasa syukur telah menyelesaikan ritual
tersebut, dan biasanya pada pagi harinya akan dilaksanakan labuhan atau
melarung hasil ruwatan berupa potongan kuku dan rambut para peserta ke laut. Sesepuh
adat Kadhang Gunung Lanang Ki Suwaji menuturkan makna ruwatan sukerto yang
digelar setiap tahun bertujuan untuk membersihkan diri. “Sekaligus introspeksi
diri apa yang sudah dilakukan dan di masa depan bisa lebih baik lagi. Banyak
orang percaya tempat ini dapat mendatangkan berkah bagi mereka yang menjalankan
ritual di Gunung Lanang.Terbukti, banyak orang dari luar kota seperti Bandung,
Jakarta, Solo, dan sebagainya rela berbondong-bondong datang ke Gunung Lanang
untuk meraup berkah.
Berkunjung
dan berwisata di tempat ini bukan berarti yang berkunjung hanya untuk melakukan
ritual tersebut namun ada juga yang sekedar melihat petilasan tersebut sebagai
bagian budaya yang perlu dimengerti dan dipahami sebagai kearifan lokal dan kekayaan
budaya bangsa kita. Sehingga tempat ini bisa menjadi alternatif setelah mengunjungi
Pantai Glagah ataupun Pantai Congot karena untuk menikmati petilasan tersebut
sudah tidak dipungut biaya lagi karena sudah termasuk dalam retribusi Pantai
Glagah.
Menurut
saya, memang di tempat ini pengunjung tidak perlu cemas sebab di tempat
tersebut tersedia penginapan dan rumah makan yang mendukung, lantaran Gunung
Lanang berdekatan dengan obyek wisata Pantai Glagah membuat akomodasi mudah
didapatkan. Akan tetapi masalah fasilitas memang butuh perhatian yang serius
sepertihalnya fasilitas toilet berbayar. Meskipun berbayar, kondisi toilet
nyatanya kurang begitu terawat. Sedangkan, untuk tempat parkirnya tidak begitu
luas. Sehingga sangat diharapkan campur tangan pemerintah untuk mengelola dan
mengemas tempat tersebut selayaknya untuk meningkatkan kepuasan pengunjung yang
ingin berkunjung ke Gunung Lanang tersebut.
Sumber:
http://m.wisatamelayu.com/id/tour/803-Wisata-Religius-di-Gunung-Lanang/navgeo
http://jogjalan.com/gunung-lanang-kulon-progo/
http://meiratnasari.blogspot.co.id/2015/12/wisata-sejarah-diy.html
http://www.harianjogja.com/baca/2014/12/07/wisata-kulonprogo-gunung-lanang-tempat-ritual-warga-dari-berbagai-daerah-557828
Komentar
Posting Komentar